Pages

1.05.2008

Merayakan Tahun

Seandainya tak ada kelender, tak ada angka-angka, tak ada matematika apakah kita juga akan menari di antara riuh terompet dan pendar kembang api. Waktu! Waktu! ada yang akan membunuhmu.

Mungkin kebaruan pantas untuk dirayakan. Juga tahun yang berganti. Namun, kita juga perlu untuk merayakan setiap detak waktu kita. Sebab, setiap detak waktu adalah kebaruan.

Siang dan malam adalah tanda untuk manusia berpikir, demikian sabda Tuhan. Ia memasukkan siang ke dalam malam dan memasukkan malam ke dalam siang. Dari situ kemudian manusia menciptakan bilangan hari dan tahun dalam rumus-rumus tertentu. Hingga kita bisa mengetahui bilangan hari, bulan, dan pergantian tahun, serta menari di dalamnya di antara riuh terompet dan pendar kembang api. Sungguh.

Barangkali bukan itu saja maksud Tuhan. Pergantian siang malam, perputaran hari dan tahunlah yang menghabiskan umur kita. Dan waktu adalah kepastian yang tak dapat ditolak. Bagaimana mungkin kita bisa membalikkan waktu, jika untuk menghentikannya saja kita tidak kuasa penuh. Dan inilah yang kadang membuat manusia, termasuk saya, menyesali masa lalu. Manusia tak kuasa atas waktu dalam arti yang sesunggunya.

Segala sesuatu ada masanya. Tidak ada siang tanpa berubah menjadi malam. Dan tak ada malam jika kemudian tidak muncul matahari pagi. Segalanya berjalan sesuai ketentuan. Matahari dan bulan berjalan pada waktu dan garis yang telah ditentukan. Hidup, kelahiran dan kematian. Kehancuran dan pertumbuhan, kesusahan dan kesenangan.

Tak ada yang abadi. Dan kematian, seolah akrab dengan kita. Setelah kematian siapakah yang akan mengingat kita? Pertanyaan yang kadang mengganggu. Untuk diingat orang kita harus meninggalkan sesuatu pada dunia. Kata seorang kawan dalam naskah film pendeknya, “yang membuat kita abadi adalah karya.” Pramoedya berpendapat dalam novel Bumi Manusia, bahwa menulis membuat manusia abadi. Yah, kalaulah jasad ini sudah hancur dimakan belatung dan disiksa malaikat oleh banyaknya dosa, setidaknya masih ada bagian dari kita yang belum hancur.

Kembali ke tahun. Tahun yang baru mungkin akan penuh rencana baru. Itulah yang pantas untuk dirayakan. Setelah kita mengemas peristiwa dan pengalaman yang telah lewat dalam kotak yang bernama masa lampu, kini kita akan menjelang hari esok penuh dengan rencana.

Tapi apakah seperti itu kita tampaknya? Apakah hari esok kita penuh dengan antrean rencana yang akan kita lakukan. Ah, aku pikir tak semuanya seperti itu. Ada yang menari di antara riuh terompet dan pendar kembang api, dengan hati yang risau hendak apa esok hari. Apa masih bisa makan pagi nanti. Di tengah kegaluaan zaman seperti sekarang ini, perayaan dan pesta mungkin ritus untuk melupakan sejenak beban yang nampaknya bertambah-tambah.

Dan siang, dan malam akan terus berputar. Tak peduli apa yang telah dilakukan dan tak dilakukan manusia. Dan tahun akan terus berganti, dengan ada atau tidaknya tarian, nyanyian, riuh terompet, dan pendar kembang api. Dan hari-hari, dan tahun-tahun akan tetap meringkus dan meringkas umur kita.

02.01.08

No comments:

Post a Comment

tinggalkan pesan di sini