Rasanya aku ingin pulang, sebab tak ada lagi yang kukerjakan. Tapi, diriku yang lain mencegahnya.
Betapa kompleksnya
“Hutan belantara” Jakarta mengingatkan pada survival of the fittest. Ada hukum pasti di dalamnya, siapa yang mampu bertahan hidup ia akan berkembang dan meneruskan kehidupannya. Sedangkan mereka yang tidak, akan punah. Dan tinggallah individu yang berkualitas. Evolusi sosial, yang kemudian dikenal dengan istilah Darwinisme Sosial tersebut dikembangkan dari teori evolusi makhluk hidup, yang digagas oleh Charles Darwin.
Akan tetapi makhluk yang bernama manusia itu, ketika tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak semudah itu punah. Sehingga, tidak juga segera tersisa individu yang berkualitas sebagaimana dikehendaki Darwinisme Sosial. Mereka tetap hidup, atau setidaknya mencoba bertahan hidup. Dan ini yang sebenarnya menjadi masalah. Mereka yang tersingkirkan dari pertarungan hidup di jakarta , atau kota lain umumnya, tidak juga mati. Menjadi kelompok-kelompok yang sakit secara sosial. Menjadi pengemis, pemulung, pengamen, pengagguran, anak jalanan, dan lain sebagainya.
Memang pembangunan yang terpusat di kota besar, seperti Jakarta , menimbulkan efek yang juga kompleks. Baik positif maupun negatif. Mereka, yang tinggal di kampung-kapung udik itu datang ke Jakarta untuk berbagai hal. Mulai dari mengubah perekonomian, hingga ingin menjadi artis “idol”. Jakarta mungkin seperti gula yang mendatangkan banyak semut. Kota yang (seolah) memberi banyak harapan. Kota yang memiliki mobilitas sosial lebih tinggi dibading kota yang lain, apalagi desa. Barangkali alasan itulah yang memicu beberapa pemuda dari kampung saya datang ke Jakarta . Mereka datang karena alasan ekonomi.
Persoalannya tidak berhenti di situ. Karena pembangunan di negeri ini ternyata timpang antara-desa. Bahkan, ada dikotomi antara keduanya dan stereotipe yang berkembang bahwa kota lebih modern, lebih baik, lebih di atas desa serta lebih yang lain.
Yah, begitulah. Dan mungkin aku akan pulan esok hari.
ting.... eling karo seng neng omah...
ReplyDeleteojo mung nuruti nepsune dhewe...
kekekek