Pages

3.26.2008

Memperkarakan Tubuh

Tak pernah terbayangkan dalam masa kanak saya bahwa kulit, warna mata, garis keturunan, bahkan kelamin sebagai suatu warisan, kelak adalah persoalan. Salah satu persoalan dari sekian persoalan. Lalu garis keturunan, ras, dan etnik juga menjadi sebentuk kutuk terhadap kehidupan manusia sendiri. Padahal keberadaan kita di atas bumi bermula dari keterlemparan dari alam lain yang tak pernah kita indera-i sebelumnya. Kita tak pernah bisa merencanakan akan lahir dari rahim siapa. Dan kehidupan selanjutnya tetap merupa teka-teki yang mesti diselesaikan.

Masing-masing orang tentu punya kekhasan dengan bentuk tubuhnya. Warna kulitnya, bentuk hidungnya, matanya, warna dan bentuk rambutnya, dan lain-lain. Dan sebagainya. Tentunya, tuhan yang menciptakan kita tahu betul tentang detil. Cara membedakan satu dengan yang lain. Apa jadinya kalau tuhan menciptakan manusia diciptakan seragam?  
Namun, agaknya manusia sendiri ingin melampaui penciptanya. Mereka seperti tak sepakat dengan tubuh mereka sebagai sebuah anugerah. Tubuh menjadi pangkal persoalan. Warna kulit menjadi pangkal diskriminasi yang bukan hanya menyebabkan keterpencilan, namun juga kekerasan mental dan fisik. Eksploitasi dan penguasaan tanah karena warna kulit mendorong kita untuk bertanya tentang konsep penciptaan manusia oleh tuhan. Kemudian kita juga pertanyaan tentang kulit yang berwarna, ada coklat, hitam, sawo matang, dianggap sebagai bangsa budak dan pantas untuk dinistakan. Sedang kulit putih identik dengan bangsa yang modern, maju dan cerdas.

Kemudian, tubuh menjadi simbol tersendiri dalam kehidupan manusia. Bukan hanya sebagai wadag. Tempat ruh, jiwa, nyawa--atau apalah namanya--bernaung. Ia adalah simbol yang berkomunikasi, termaknai dan kadang menjadi pembeda antara satu dengan yang lain. Apa yang melekat di tubuh termaknai oleh mereka yang melihat. Dan pemaknaan itu terbangun oleh wacana yang berkembang saat itu. Misalnya, orang kaya akan terbaca dari merek yang digunakan untuk menutupi mata kakinya, menutupi kakinya yang telanjang, tubuhnya yang telanjang, juga aksesoris lainnya. Ada yang ingin disampaikan tubuh melalui apa yang diperlihatkannya. Orang yang melihat memaknai itu.

Proses pemaknaan bermula dari mata. Kemudian diolah kepala dengan berbagai perangkat yang sebelumnya telah terisi. Maka, dengan sebermula adalah mata—bukan sebermula adalah kata—tersebut kemudian tubuh dieksploitasi. Mata mempunyai peran yang amat vital dalam hal ini. Ia adalah indera yang pertama kali menangkap yang terlihat untuk dilanjutkan pada pemaknaan.

Kaum skinhead, punk, dan berbagai komunitas lain juga melakukan simbolisasi atas tubuh. Kaum pemberontak ini menjadi wakil dari jamannya dalam menentang dominasi. Dua hingga tiga puluh tahu lalu. Mereka melakukan ekplorasi kalau bukan ekploitasi terhadap apa yang mereka pakai, yang mereka tampakkan sebagai perlawanan atas budaya orang tua mereka. Mereka menggunakan simbol tubuh untuk mengadakan perlawanan terhadap dominasi budaya. Selain juga menggunakan cara lain misalnya selera musik, cara berbicara, selera musik dan lain sebagainya.

Di beberapa kelompok punk yang sering saya lihat di perempatan jalan ketika mengamen atau di bak truk ketika mbonek, ada beberapa yang khas dari mereka. Celana ketat, sepatu boot ala tentara, dan yang paling khas adalah beberapa peniti di pakaiannya. Beberapa di antara mereka ada yang pakai piercing (tindik), kalung, gelang, rantai, dan aksesoris lain. Saya tak tahu apakah kelompok punk yang saya lihat itu mengerti sejarah model pakaian mereka atau tidak. Sebab, saat ini mungkin simbol-simbol bukan lagi simbol perlawanan. Rambut kulit durian adalah mode, memakai rantai karena gaya, dan memakai tindik biar terlihat gagah. Ada juga yang bertindik biar nyeni, dan agar kelihatan sangar bagai para preman.

Lain lagi dengan kelompok yang satu ini, yang mengadakan perlawanan atas dominasi budaya. Kelompok tersebut dari kelompok yang sering keluar masuk pusat perbelanjaan, nongkrong di kafe, akrab dengan bahasa gaul ala anak muda, seperti; kalee, getho, secara, dan masih banyak lagi. Pola perilaku mereka juga khas, dandanan berganti sesuai tren, baju bermerek kalau perlu impor, aksesoris juga bermerk dan tangan mereka menenteng hp.
Saya banyak menjumpai orang-orang yang genit dengan tubuh mereka hampir di mana-mana. Model rambut lurus tergerai terutama para cewek, pakaian modis entah model apa seolah ingin mengatakan penampilan adalah segalanya.

Dan tubuh dengan segala kelengkapannya adalah mulut yang lain yang berbicara kepada orang lain siapa diri kita.

No comments:

Post a Comment

tinggalkan pesan di sini